Mencintai Otak dan Mental dengan Membaca dan Menulis Setiap Hari

Mencintai Otak dan Mental dengan Membaca dan Menulis Setiap Hari
Ket Gambar : Istimewa

Clickinfo.co.id - Dunia berubah setiap detik. Dan begitu pula isi kepala kita. Namun, perubahan tak selalu berarti kemajuan. 

Di era digital yang serba cepat ini, otak kita justru rentan disesaki informasi dangkal, cepat basi, dan minim refleksi. 

Kita lebih sering menjadi konsumen pasif daripada pengelola aktif dari isi pikiran kita sendiri. Ironisnya, kita semakin sibuk menggulir layar, tetapi semakin jarang menyentuh halaman buku. Kita semakin banyak membaca komentar, tapi jarang membaca karya.

Padahal, otak adalah aset utama manusia. Lebih berharga dari harta benda, lebih kuat dari otot, dan lebih menentukan arah hidup seseorang. Satu cara paling sederhana namun revolusioner untuk mencintai otak kita adalah dengan membaca setiap hari.

Membaca adalah nutrisi pikiran. Ia melatih imajinasi, memperluas wawasan, menumbuhkan empati, dan memperdalam logika. Membaca buku bukan hanya soal menuntaskan halaman, tetapi soal membangun percakapan batin, menggali makna, dan melatih daya pikir kritis.

Sayangnya, budaya membaca kita masih jauh dari menggembirakan. Data dari UNESCO dan survei Perpusnas (2023) menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di angka 0,001. Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu yang benar-benar gemar membaca. 

Di sisi lain, penetrasi media sosial dan konsumsi konten video terus meningkat drastis. Ini bukan hanya soal kebiasaan, tetapi soal arah peradaban.

Bangsa yang tak membaca adalah bangsa yang mudah ditipu, mudah dipecah belah, dan sulit memimpin masa depan. 

Sebab, literasi bukan sekadar kemampuan membaca huruf, tetapi kemampuan memahami makna, berpikir kritis, dan membangun peradaban berbasis pengetahuan.

Namun, mencintai otak saja tidak cukup. Kita juga harus mencintai mental kita. Dan salah satu bentuk perawatan mental yang paling murah, paling efektif, dan paling membebaskan adalah menulis.

Menulis bukan hanya tugas wartawan, sastrawan, atau akademisi. Menulis adalah hak dan kebutuhan setiap manusia. Saat kita menulis, kita belajar menyusun gagasan, memilah emosi, dan berdialog dengan diri sendiri. 

Di tengah kehidupan yang sering penuh tekanan, menulis bisa menjadi terapi batin. Sebagaimana kata Ernest Hemingway, “There is nothing to writing. All you do is sit down at a typewriter and bleed.”

Menulis tiap hari, meski hanya satu paragraf, bisa menjadi bentuk perawatan jiwa. Dalam tulisan, kita menitipkan luka, mimpi, dan harapan. Dalam tulisan pula, kita bisa mengkritik tanpa berteriak, melawan tanpa membenci, dan berbagi tanpa menggurui.

Di Poros Wartawan Lampung, kami percaya bahwa membaca dan menulis bukan sekadar aktivitas teknis, tetapi laku hidup. 

Wartawan yang rajin membaca akan lebih tajam dalam menulis. Wartawan yang membiasakan menulis akan lebih jernih dalam berpikir. Dan wartawan yang mengasah keduanya akan tumbuh menjadi penjaga nurani publik.

Membaca dan menulis bukan hanya urusan literasi individu, tetapi urusan masa depan bangsa. Di tengah polusi informasi, keduanya menjadi alat untuk menjaga kewarasan, menyuburkan empati, dan membangun masyarakat yang berpikir.

Membaca mendekatkan kita pada suara orang lain. Menulis mendekatkan kita pada suara sendiri. Di antara keduanya, tumbuhlah karakter yang tangguh dan pikiran yang merdeka. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”

Maka saya mengajak siapa pun  tua-muda, guru-pelajar, petani-wartawan mari cintai otakmu, membacalah tiap hari. Cintai mentalmu, menulislah tiap hari. 

Tak perlu muluk-muluk. Mulailah dari satu halaman buku dan satu paragraf tulisan. Lakukan setiap hari. Maka dalam sebulan, Anda telah melampaui kebiasaan mayoritas yang hanya menggulir layar tanpa makna.

Perubahan besar tak selalu dimulai dari massa atau teknologi canggih. Kadang, ia lahir dari satu buku yang menggugah dan satu tulisan yang jujur. Percikan kecil itu, bisa saja menghidupkan satu generasi.

Dan mungkin, generasi itu dimulai dari Anda. 

Oleh: Junaidi Ismail
Koordinator Poros Wartawan Lampung

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment